SAMPIT – Semua pihak di Kalimantan Tengah (Kalteng) diharapkan tak saling menyalahkan terkait penyebab banjir parah yang terjadi. Sebaliknya, bahu-membahu mencari solusi untuk meminimalkan bencana harus diperkuat agar kerugian tak semakin besar.
Ketua Bidang Publikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kalteng Siswanto menuturkan, curah hujan tinggi saat ini disebabkan adanya fenomena la nina, sehingga intensitas hujan tidak seperti biasanya. Banjir tidak hanya terjadi di wilayah Kalteng, tapi merata di sejumlah daerah di Indonesia.
”Kita tidak bisa melawan alam, namun bisa mengurangi risiko yang timbulkan,” ujarnya, Minggu (21/11).
Menurut Siswanto, dalam kondisi sekarang, bukan saat yang tepat untuk saling menyalahkan. Di sisi lain, bukan kali pertama perusahaan perkebunan kelapa sawit dituding sebagai penyebab rusaknya lingkungan, termasuk banjir. Bahkan,Eropa pernah menuding perusahaan sawit di Indonesia sebagai menyumbang kerusakan alam.
Sebaliknya, lanjut Siswanto, saat ini pemerintah pusat gencar mengembangkan komoditas sawit, mulai dari biodiesel, avtur pesawat terbang, hingga pabrik gula dari olahan sawit. Karena itu, harus ada sinergisitas antara pemerintah pusat dan daerah.
”Tidak hanya enaknya saja, namun saat ada dampak negatif, ya kita hadapi bersama,” kata pria yang juga menjabat Ketua GPPI (Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia) Kotim, Katingan, dan Seruyan ini.
Siswanto menambahkan, sawit telah menjadi pilar pembangunan nasional. Apabila ingin pembangunan menjadi lebih maju, masyarakat sejahtera tentunya diperlukan kolaborasi jitu antara seluruh stakeholder, termasuk pemerintah di dalamnya.
”Kami juga mengakui terjadinya bencana banjir juga ada korelasinya dari aktivitas perkebunan, tapi tidak seratus persen. Pastinya ada dampak negatif dan positif. Dampak positifnya, berapa banyak lapangan pekerjaan baru kami ciptakan. Berapa besar peningkatan ekonomi yang terjadi selama ini, semua demi kemajuan negara,” ujarnya.
Guna mengurangi dampak kerusakan lingkungan, kata Siswanto, perusahaan perkebunan kelapa sawit selama ini juga telah melaksanakan kaidah yang ramah lingkungan. Termasuk memenuhi standar pengelolaan sesuai dengan ISO (International Organization for Standardization) yang ditetapkan.
”Selalu ada evaluasi reguler agar tidak melenceng dari ketentuan, sehingga kami meminta sinergisitas terus ditingkatkan dan selalu siap bekerjasama dengan pemegang kebijakan di daerah untuk mencari jalan keluar penanganan maupun pencegahan dampak lingkungan,” tegasnya.
Perusahaan sawit, lanjutnya, tentunya ada aturan yang jelas. Di sisi lain, saat ini banyak perkebunan mandiri dari masyarakat. Jumlahnya tidak sedikit, tentunya harus ada regulasi pengawasan yang tepat terhadap perkebunan masyarakat mandiri tersebut.
”Yah, semacam standarisasi seperti pada perusahaan sawit. Kalau kami, sudah pasti ada standarisasinya, mulai pembukaan lahan sampai produksi,” ucap Siswanto. (hgn/ign)