Rindu ingin kembali menikmati nasi hasil tanaman sendiri, Komunitas Adat Sungai Batu, Desa Kubu, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat mencoba menanam padi kembali dengan tanpa bakar.
SYAMSUDIN, Pangkalan Bun
———————————————-
Sudah hampir lima tahun setelah Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) hebat di wilayah itu, Komunitas Adat Sungai Batu, Desa Kubu tidak bisa berladang. Larangan membuka lahan dengan cara bakar membuat mereka tak punya cara lain untuk bisa bercocok tanam. Namun, keinginan mereka untuk kembali berladang begitu bergelora, tak pernah pudar, agar bisa merasakan nasi dari padi organik tanaman sendiri.
Didampingi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kotawaringin Barat, yang didukung peneliti dari Yayasan Inobu, Komunitas Adat Sungai Batu turun kembali ke ladang. Kali ini mereka berladang dengan percobaan teknik pembukaan lahan tanpa bakar. Penanaman perdana dengan cara menugal (larikan), berlangsung Kamis (19/8).
Penanaman perdana ini diawali dengan ritual adat Bahalarat. Sebuah replika perahu dilepas. Ini sebagai simbol keberangkatan pelayaran untuk kembali dengan memuat hasil yang banyak.
Begitulah harapannya, penanaman perdana padi ini kelak akan menuai hasil yang melimpah pula. Ritual ini dipimpin tetua adat Sungai Batu, Pajeri. Ia juga merasa gembira bisa turut berhuma (berladang) kembali.
“Ini sebagai simbol keberangkatan pelayaran untuk kembali dengan memuat hasil melimpah. Begitulah harapan kami, penanaman perdana padi tanpa bakar ini pada saatnya akan membawa hasil yang sesuai harapkan kita,” tuturnya.
Mardani, Ketua AMAN Kotawaringin Barat menuturkan, selama lima tahun terakhir, komunitas adat ini sangat kesusahan karena tak bisa lagi berladang. Ini karena mereka menjadi korban kebijakan larangan membuka lahan dengan membakar.
Selama itu, masyarakat adat yang relatif bisa berdaulat menyediakan pangan, menjadi tergantung sepenuhnya dari luar. “Sebenarnya masyarakat adat bukannya tak mau berladang tanpa bakar. Tapi pemerintah saat ini belum memberikan mereka solusi tentang bagaimana caranya khususnya bagi masyarakat adat,”bebernya.
Sementara ini, demplot yang dibuat seluas lima hektare dan akan dikelola sepuluh keluarga terlebih dahulu. Selanjutnya mereka akan melihat perkembangannya. Karena Padi Tampuy yang ditanam tersebut menurut informasi bisa bertahan di bermacam jenis tanah.
Lahan yang dijadikan pilot project ini merupakan kawasan hutan adat komunitas yang secara adat menjadi penopang penghidupan warga setempat. Dari sana mengalir Sungai Batu yang juga sumber air bersih masyarakat. Kawasan hutan tersisa seluas sekitar 300 hektare itulah yang kini coba dipertahankan Komunitas Adat Sungai Batu.
Mereka berharap kawasan ini nantinya bisa diakui pemerintah sebagai hutan adat mereka. “Sebagian kawasan ini telah mengalami degradasi. Di lahan terdegradasi inilah, mereka mencoba memanfaatkan menjadi lahan produktif, sekaligus mencegahnya dari bahaya kebakaran di musim kemarau,” tutur Dani.
“Ini menjaga kedaulatan pangan. Sejalan dengan program pemerintah, membantu pemerintah,” jelas Mardani lagi.
Bila uji coba ini berhasil, Mardani berharap ke depan kawasan ini bisa diolah sebagai kawasan wisata berbasis komunitas adat dengan segala kearifan lokal yang menjadi keunikan sediri dan ini bisa menjadi destinasi wisata baru di Desa Kubu. Selama ini Kubu lebih dikenal sebagai destinasi wisata bahari. Tapi, uniknya, desa ini juga memiliki sisa hutan dan tradisi berladang. “Jadi ladang itu berbasis wisata komunitas adat,” ucapnya.
Camat Kumai, Abdul Gofur yang hadir dalam penanaman perdana itu mengakui mendukung program ini. Menurutnya dahulu Kumai memiliki desa-desa lumbung padi lokal dan upaya ini harus dipertahankan dan didukung. Dia menyebut tanaman pangan lokal perlu dikembangkan serius. “Janganlah semua lahan dijadikan kebun monokultur semua demi keseimbangan ekosistem,” harapnya.
Senada disampaikan Anto Setiawan, Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kotawaringin Barat. “Kami dan instansi terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup, siap bekerja sama dengan Komunitas Adat Sungai Batu,” katanya. (*/sla)