29.2 C
Sampit
Sunday, May 28, 2023

Beratnya Perjuangan Yuendri Irawanto Mencari Donor Plasma Konvalesen

Sulitnya mencari pendonor darah untuk terapi plasma konvalesen di Kota Sampit, membuat Kepala Unit Donor Darah (UDD) Palang Merah Indonesia (PMI) Kotim Yuendrie Irawanto harus berjuang keras. Dia berusaha menyediakan darah itu untuk menyelamatkan hidup pasien Covid-19 yang berjuang melawan virus tersebut.

HENY, Sampit

Pahitnya kehilangan istri pada 19 April lalu, tak membuat Dokter Yuendrie Irawanto terpuruk sepenuhnya. Duka mendalam yang dialaminya, membuatnya bertekad agar tak ada lagi kehidupan yang melayang akibat digerogoti keganasan Covid-19.

Salah satu upayanya, Yuendrie berusaha keras menyediakan darah dari pasien yang pernah terinfeksi Covid-19 dan sembuh, untuk ditransfusikan pada pasien Covid-19 yang tengah dirawat dengan kondisi berat. Dia tak ingin melihat kesedihan keluarga akibat kehilangan orang yang dicintai karena infeksi virus tersebut.

”Saya merasakan sendiri bagaimana kehilangan istri yang saya cintai. Ketika saya menghadapi keluarga pasien yang datang ke saya dengan tangisan, hati saya tidak bisa diam. Saya berupaya carikan semaksimal mungkin, meskipun harga di luar Jawa bisa mencapai Rp 5 juta per kantong darah plasma,” tuturnya.

Akibat kegigihannya, tak jarang dia dimarahi keluarga pasien untuk ikut terlibat menjadi pendonor. Mahalnya harga untuk donor darah konvalesen juga membuatnya kadang jadi sasaran amarah.

”Dimarahi pihak keluarga pasien karena mahalnya harga untuk sekantong darah plasma dan merasa yang mendonor adalah keluarga sendiri,” tuturnya.

Meski demikian, hal itu tak membuat Yuendri patah arang. Usahanya membantu menyediakan layanan donor plasma konvalesen sejak istrinya meninggal itu, setidaknya telah menyelamatkan sejumlah pasien Covid-19 yang tengah berjuang keras untuk tetap hidup.

”Mulai efektif per 1 Juli dengan total layanan yang sudah terbantu menerima donor plasma sebanyak 95 orang,” katanya, seraya menambahkan, sejak 2020, PMI sebenarnya telah membantu mencarikan donor plasma konvalesen hingga ke Jawa bagi warga Kotim yang membutuhkan.

Menurut Yuendrie, mahalnya harga dari donor darah konvalesen, karena proses donor yang tak semudah donor darah biasa. ”Ini bukan darah dikantongi, masukin kresek, lalu dimasukkan ke pasien Covid-19. Semua harus melewati proses pemeriksaan laboratorium,” jelasnya.

Yuendrie mengungkapkan, awal 2021 lalu, dia pernah membantu mencarikan donor darah plasma ke Sidoarjo dan Tangerang, serta keliling beberapa wilayah di Jawa lainnya. Tarif sekantong darah plasma dipatok sebesar Rp 4-5 juta.

Baca Juga :  Covid-19 Melandai, Tim Gabungan Tetap Patroli

Bahkan, baru-baru ini dia menerima informasi bahwa fasilitas kesehatan yang menyediakan layanan donor plasma konvalesen tidak hanya kesulitan mencari penyintas Covid-19, namun juga kesulitan mencari satu set kantong kosong yang harganya bisa mencapai Rp 2 juta lebih.

”Waktu itu almarhum Dokter Yudha (mantan Direktur RSUD dr Murjani Sampit) pesan di Banjarmasin Rp 4 juta. Rata-rata harganya memang segitu. Bahkan ada yang di atas Rp 5 juta. Itu belum termasuk ongkos kirim,” ungkapnya.

Yuendrie menjelaskan, proses pengambilan plasma darah untuk terapi plasma konvalesen sedikit berbeda dengan donor darah umumnya. Apabila menggunakan mesin alat apheresis, pengambilan plasma darah memerlukan waktu 30 menit-1 jam.

”Donor darah plasma dilakukan secara manual. Pendonor baru bisa melakukan donor darah lagi minimal 2,5 bulan ke depan dan darah plasma yang dihasilkan hanya satu kantong,” katanya.

Darah dari pendonor penyintas Covid-19 yang diambil sebanyak 350 cc. Darah penyintas Covid-19 lalu diproses lagi untuk memisahkan antara sel darah merah, sel darah putih, trombosit, dan plasma konvalesen.

”Yang diperlukan hanya darah plasma konvalesennya saja, sedangkan sisanya dikembalikan ke tubuh pendonor,” katanya.

Yuendrie menuturkan, donor plasma konvalesen hanya dapat diberikan dari penyintas Covid-19 yang sudah melewati masa isolasi selama 14 hari dan telah dinyatakan sembuh terhitung di hari ke-14 sampai 14 hari berikutnya. Atau 28 hari sejak positif Covid-19 hingga enam bulan selanjutnya.

Penyintas Covid-19 yang menjadi pendonor, lanjutnya, diutamakan laki-laki atau perempuan yang belum pernah melahirkan. ”Karena kalau ibu-ibu yang sudah pernah hamil atau lagi hamil, imun dalam tubuhnya turun atau human limfosit antigennya tidak stabil,” jelasnya.

Apabila mengalami human limfosit antigen, tambah Yuendrie, tubuh akan mengenali benda asing yang masuk dalam tubuh, sehingga reaksi tubuh yang ditimbulkan akan lebih berat mengalami gejala sakit yang tidak terduga. ”Orang yang menerima transfusi darah, 4-6 bulan baru bisa donor,” ujarnya.

Baca Juga :  Mendukung Prokes Ketat saat Libur Akhir Tahun

Sebelum melakukan donor plasma darah konvalesen, dia akan menanyakan terlebih dahulu pada pendonor. Informasi yang digali, yakni pernah mengalami gejala sakit seperti demam, batuk, pilek, hilang penciuman, dan lain-lain.

”Dari pengalaman saya, pendonor plasma darah diutamakan yang pernah mengalami demam atau gejala sakit, karena kemungkinan kadar antibodi sedang tinggi,” katanya.

”Orang yang punya penyakit komorbid, seperti diabetes melitus juga bisa donor plasma asalkan kadar gula dalam darahnya stabil,” tambahnya lagi.

Lebih lanjut Yuendrie menjelaskan, donor plasma konvalesen merupakan salah satu terapi yang mempercepat kesembuhan pasien Covid-19 dengan memindahkan plasma penyintas Covid-19 yang mengandung antibodi spesifik terhadap SARS-CoV-2 ke pasien Covid-19 yang masih menjalani perawatan.

”Donor plasma darah diarahkan untuk pasien Covid-19 yang masih menjalani perawatan dengan gejala sedang mengarah ke berat,” katanya.

Yuendrie melanjutkan, keberhasilan terapi plasma konvalesen tergantung dari beberapa faktor, yakni takaran dosis yang diberikan, kadar antibodi, dan waktu pemberian. Setiap pasien Covid-19 yang masih dalam perawatan, bisa diberikan sebanyak dua kantong atau 400 cc. Setiap kantong berisi sebanyak 200 cc.

Untuk kadar konsentrasi antibodi, katanya, diberikan sebanyak  132 U/ml. Apabila kadar antibodi pendonor kurang dari angka tersebut, pendonor dianggap tidak memenuhi syarat.

”Kami menggunakan standar FDA (Food and Drugs Administration) yang ditetapkan 132 U/ml. Pernah ada tujuh orang penyintas Covid-19 yang kadar antibodinya rendah. Ada yang kadar antibodinya 98, terpaksa ditolak. Tidak bisa donor plasma karena tak cukup,” ujarnya.

Di samping itu, Yuendrie menambahkan, terapi donor plasma konvalesen dapat mempercepat kesembuhan pasien Covid-19 apabila diberikan pada waktu yang tepat.

”Tingkat kesembuhan pasien Covid-19 tergantung dari waktu pemberian donor plasma darah. Pemberiannya bisa dimulai di hari ke-14 hingga hari ke-21. Apabila cepat diberikan, banyak fakta di lapangan bisa mempercepat kesembuhan pasien. Jadi, dilihat lagi dari tingkat keparahan pasien. Kalau sudah lewat dari hari ke-21, apalagi saturasi (kadar oksigen dalam darah) sudah di angka 40, ada seorang pasien yang belum sempat diberikan (donor plasma) meninggal,” tandasnya. (***/ign)

Sulitnya mencari pendonor darah untuk terapi plasma konvalesen di Kota Sampit, membuat Kepala Unit Donor Darah (UDD) Palang Merah Indonesia (PMI) Kotim Yuendrie Irawanto harus berjuang keras. Dia berusaha menyediakan darah itu untuk menyelamatkan hidup pasien Covid-19 yang berjuang melawan virus tersebut.

HENY, Sampit

Pahitnya kehilangan istri pada 19 April lalu, tak membuat Dokter Yuendrie Irawanto terpuruk sepenuhnya. Duka mendalam yang dialaminya, membuatnya bertekad agar tak ada lagi kehidupan yang melayang akibat digerogoti keganasan Covid-19.

Salah satu upayanya, Yuendrie berusaha keras menyediakan darah dari pasien yang pernah terinfeksi Covid-19 dan sembuh, untuk ditransfusikan pada pasien Covid-19 yang tengah dirawat dengan kondisi berat. Dia tak ingin melihat kesedihan keluarga akibat kehilangan orang yang dicintai karena infeksi virus tersebut.

”Saya merasakan sendiri bagaimana kehilangan istri yang saya cintai. Ketika saya menghadapi keluarga pasien yang datang ke saya dengan tangisan, hati saya tidak bisa diam. Saya berupaya carikan semaksimal mungkin, meskipun harga di luar Jawa bisa mencapai Rp 5 juta per kantong darah plasma,” tuturnya.

Akibat kegigihannya, tak jarang dia dimarahi keluarga pasien untuk ikut terlibat menjadi pendonor. Mahalnya harga untuk donor darah konvalesen juga membuatnya kadang jadi sasaran amarah.

”Dimarahi pihak keluarga pasien karena mahalnya harga untuk sekantong darah plasma dan merasa yang mendonor adalah keluarga sendiri,” tuturnya.

Meski demikian, hal itu tak membuat Yuendri patah arang. Usahanya membantu menyediakan layanan donor plasma konvalesen sejak istrinya meninggal itu, setidaknya telah menyelamatkan sejumlah pasien Covid-19 yang tengah berjuang keras untuk tetap hidup.

”Mulai efektif per 1 Juli dengan total layanan yang sudah terbantu menerima donor plasma sebanyak 95 orang,” katanya, seraya menambahkan, sejak 2020, PMI sebenarnya telah membantu mencarikan donor plasma konvalesen hingga ke Jawa bagi warga Kotim yang membutuhkan.

Menurut Yuendrie, mahalnya harga dari donor darah konvalesen, karena proses donor yang tak semudah donor darah biasa. ”Ini bukan darah dikantongi, masukin kresek, lalu dimasukkan ke pasien Covid-19. Semua harus melewati proses pemeriksaan laboratorium,” jelasnya.

Yuendrie mengungkapkan, awal 2021 lalu, dia pernah membantu mencarikan donor darah plasma ke Sidoarjo dan Tangerang, serta keliling beberapa wilayah di Jawa lainnya. Tarif sekantong darah plasma dipatok sebesar Rp 4-5 juta.

Baca Juga :  RSUD Murjani Sampit Bersiap Antisipasi Lonjakan Covid-19

Bahkan, baru-baru ini dia menerima informasi bahwa fasilitas kesehatan yang menyediakan layanan donor plasma konvalesen tidak hanya kesulitan mencari penyintas Covid-19, namun juga kesulitan mencari satu set kantong kosong yang harganya bisa mencapai Rp 2 juta lebih.

”Waktu itu almarhum Dokter Yudha (mantan Direktur RSUD dr Murjani Sampit) pesan di Banjarmasin Rp 4 juta. Rata-rata harganya memang segitu. Bahkan ada yang di atas Rp 5 juta. Itu belum termasuk ongkos kirim,” ungkapnya.

Yuendrie menjelaskan, proses pengambilan plasma darah untuk terapi plasma konvalesen sedikit berbeda dengan donor darah umumnya. Apabila menggunakan mesin alat apheresis, pengambilan plasma darah memerlukan waktu 30 menit-1 jam.

”Donor darah plasma dilakukan secara manual. Pendonor baru bisa melakukan donor darah lagi minimal 2,5 bulan ke depan dan darah plasma yang dihasilkan hanya satu kantong,” katanya.

Darah dari pendonor penyintas Covid-19 yang diambil sebanyak 350 cc. Darah penyintas Covid-19 lalu diproses lagi untuk memisahkan antara sel darah merah, sel darah putih, trombosit, dan plasma konvalesen.

”Yang diperlukan hanya darah plasma konvalesennya saja, sedangkan sisanya dikembalikan ke tubuh pendonor,” katanya.

Yuendrie menuturkan, donor plasma konvalesen hanya dapat diberikan dari penyintas Covid-19 yang sudah melewati masa isolasi selama 14 hari dan telah dinyatakan sembuh terhitung di hari ke-14 sampai 14 hari berikutnya. Atau 28 hari sejak positif Covid-19 hingga enam bulan selanjutnya.

Penyintas Covid-19 yang menjadi pendonor, lanjutnya, diutamakan laki-laki atau perempuan yang belum pernah melahirkan. ”Karena kalau ibu-ibu yang sudah pernah hamil atau lagi hamil, imun dalam tubuhnya turun atau human limfosit antigennya tidak stabil,” jelasnya.

Apabila mengalami human limfosit antigen, tambah Yuendrie, tubuh akan mengenali benda asing yang masuk dalam tubuh, sehingga reaksi tubuh yang ditimbulkan akan lebih berat mengalami gejala sakit yang tidak terduga. ”Orang yang menerima transfusi darah, 4-6 bulan baru bisa donor,” ujarnya.

Baca Juga :  Dilaporkan Surut, Pemprov Tetap Pantau Banjir Daerah

Sebelum melakukan donor plasma darah konvalesen, dia akan menanyakan terlebih dahulu pada pendonor. Informasi yang digali, yakni pernah mengalami gejala sakit seperti demam, batuk, pilek, hilang penciuman, dan lain-lain.

”Dari pengalaman saya, pendonor plasma darah diutamakan yang pernah mengalami demam atau gejala sakit, karena kemungkinan kadar antibodi sedang tinggi,” katanya.

”Orang yang punya penyakit komorbid, seperti diabetes melitus juga bisa donor plasma asalkan kadar gula dalam darahnya stabil,” tambahnya lagi.

Lebih lanjut Yuendrie menjelaskan, donor plasma konvalesen merupakan salah satu terapi yang mempercepat kesembuhan pasien Covid-19 dengan memindahkan plasma penyintas Covid-19 yang mengandung antibodi spesifik terhadap SARS-CoV-2 ke pasien Covid-19 yang masih menjalani perawatan.

”Donor plasma darah diarahkan untuk pasien Covid-19 yang masih menjalani perawatan dengan gejala sedang mengarah ke berat,” katanya.

Yuendrie melanjutkan, keberhasilan terapi plasma konvalesen tergantung dari beberapa faktor, yakni takaran dosis yang diberikan, kadar antibodi, dan waktu pemberian. Setiap pasien Covid-19 yang masih dalam perawatan, bisa diberikan sebanyak dua kantong atau 400 cc. Setiap kantong berisi sebanyak 200 cc.

Untuk kadar konsentrasi antibodi, katanya, diberikan sebanyak  132 U/ml. Apabila kadar antibodi pendonor kurang dari angka tersebut, pendonor dianggap tidak memenuhi syarat.

”Kami menggunakan standar FDA (Food and Drugs Administration) yang ditetapkan 132 U/ml. Pernah ada tujuh orang penyintas Covid-19 yang kadar antibodinya rendah. Ada yang kadar antibodinya 98, terpaksa ditolak. Tidak bisa donor plasma karena tak cukup,” ujarnya.

Di samping itu, Yuendrie menambahkan, terapi donor plasma konvalesen dapat mempercepat kesembuhan pasien Covid-19 apabila diberikan pada waktu yang tepat.

”Tingkat kesembuhan pasien Covid-19 tergantung dari waktu pemberian donor plasma darah. Pemberiannya bisa dimulai di hari ke-14 hingga hari ke-21. Apabila cepat diberikan, banyak fakta di lapangan bisa mempercepat kesembuhan pasien. Jadi, dilihat lagi dari tingkat keparahan pasien. Kalau sudah lewat dari hari ke-21, apalagi saturasi (kadar oksigen dalam darah) sudah di angka 40, ada seorang pasien yang belum sempat diberikan (donor plasma) meninggal,” tandasnya. (***/ign)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/