31.8 C
Sampit
Tuesday, September 26, 2023

Menggali Kisah Pendirian Makam Buyut Datu Kalampayan di Pantai Ujung Pandaran

Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) memiliki situs sejarah berusia lebih satu abad, yakni makam Buyut Datu Kalampayan. Makam yang berada di kubah di Pantai Ujung Pandaran itu kerap dikunjungi wisatawan. Kini, bangunan kubah terancam tenggelam akibat hantaman ombak.

HENY, Sampit

Sudah satu dekade lamanya seorang pria tua penunggu makam merawat bangunan kubah di Pantai Ujung Pandaran, Desa Ujung Pandaran, Kecamatan Teluk Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Pria berusia 73 tahun itu bernama Sapran. Dia tinggal bersama istri dan anaknya untuk merawat bangunan kubah yang kini memprihatinkan.

Menurut informasi yang diketahuinya, bangunan kubah berukuran sekitar 8 x 8 meter tersebut dibangun para ulama secara swadaya. Berdasarkan secarik kertas yang dilaminating di dinding bangunan kubah tersebut tertulis, KH Zaini Gani pernah berkunjung pada 9 November 1993 di Rumah HM Hatta, sekaligus meresmikan bangunan Kubah Makam Syekh Abu Hamid Al Banjari.

Makam tersebut terletak di tepi Pantai Ujung Pandaran. Untuk menuju lokasi, dari Dermaga Ujung Pandaran berjarak sekitar 2 km sampai ujung area perkampungan warga pesisir pantai. Di sana terdapat dermaga tempat kelotok bersandar.

Dua tahun lalu, untuk menuju makam tersebut dapat dilalui menggunakan jalur darat dengan arah berkeliling. Namun, kini dataran sudah tertutup air laut, sehingga wisatawan yang ingin berkunjung ke lokasi makam bersejarah itu perlu menggunakan perahu dengan waktu tempuh sekitar 15 menit.

Selama di atas perahu, wisatawan harus siap menghadapi ombak yang mengempas lautan setiap detik. Berdasarkan informasi warga setempat, ombak tersebut termasuk ganas.

Baca Juga :  Cerita Heroik di Balik Penanganan Kebakaran Pasar Niaga Sumber Agung

”Dua tahun lalu masih bisa dilewati dengan berjalan kaki atau dengan berkendara. Sekarang sudah tertutup air laut,” kata Sapran, pria yang memiliki tujuh orang anak ini.

Konon, ceritanya, Syekh Abu Hamid, sosok yang berada dalam liang lahat makam itu merupakan perantauan yang berangkat dari Pontianak menuju Pagatan, Kabupaten Katingan menggunakan perahu. Namun, di tengah perjalanan, di lautan terjadi angin kencang yang membuat perahunya terbalik. Syekh Abu Hamid ditemukan terdampar di Pantai Ujung Pandaran Sampit.

”Beliau sakit dan tidak lama meninggal dunia di sana (Ujung Pandaran),” katanya.

Pantauan Radar Sampit, pada dinding bangunan kubah tertempel secarik kertas putih yang dilaminating. Dalam kertas tersebut bertuliskan, keterkaitan hubungan antara Abu Hamid dengan para ulama HM Irsyad Zain yang ditandatangani di Desa Dalam Pagar, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan pada 31 Mei 1992.

Tak jauh dari bangunan kubah terdapat musala yang sudah lebih dulu hancur. Hanya menyisakan puing bangunan. ”Musala ini sudah hancur lebih dulu sekitar lima bulan lalu dan ada juga pondok bangunan yang sudah hancur. Saya minta izin ke pemerintah desa untuk bangun lagi sebagai tempat saya tinggal,” ungkap Sapran yang juga memiliki kandang ternak ayam dan bebek di sekitar pondoknya.

Menurutnya, usia makam diperkirakan sudah lebih dari 100 tahun. Bahkan, makam ini kerap dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah, seperti Kaltim, Kalsel, bahkan masyarakat dari Jawa.

Baca Juga :  Pemkab Kotim Bantu Sembako untuk Korban Kebakaran Pasar Pundu

”Makam ini sudah lama ada. Dulu letaknya tidak di sini dan pernah dipindah dan terakhir dipindah ke tepian laut. Sampai sekarang ada saja masyarakat yang berziarah datang ke makam,” kata pria asli Ujung Pandaran ini.

Banyaknya wisatawan yang berkunjung melakukan ziarah membuat Pemkab Kotim prihatin untuk menyelamatkan dan mempertahankan bangunan kubah yang menjadi salah satu andalan wisata di Kotim.

Solusi jangka pendeknya, Pemkab Kotim yang dipimpin Bupati Kotim Halikinnor dan Wakil Bupati Kotim Irawati melaksanakan kerja bakti, mengajak seluruh SOPD untuk bergotong royong membuat pertahanan guna mencegah abrasi dengan cara menumpuk puluhan karung berbobot 50 kg di sekitar bangunan kubah yang berada persis di bibir pantai.

Setiap SOPD beserta 17 kecamatan diminta mengumpulkan karung berisi pasir. Masing-masing mengumpulkan minimal 20 karung. Kegiatan itu berlangsung selama dua hari pada Sabtu-Minggu lalu.

Kepala Desa Ujung Pandaran Aswinnur mengatakan, keberadaan makam Syekh Abu Hamid tersebut sudah ada sejak lama. Dulunya, sosok Abu Hamid dikenal sebagai penyiar agama Islam.

”Makam Buyut Datu Kalampayan itu sudah ada sejak saya kecil. Dulu makam beliau masih memakai pagar kayu ulin. Setelah berjalan waktu, makam tersebut dibangun  oleh beberapa ulama yang dipimpin Guru Hairul, HM Hatta, dan lainnya,” kata Aswinnur. (***/ign)

Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) memiliki situs sejarah berusia lebih satu abad, yakni makam Buyut Datu Kalampayan. Makam yang berada di kubah di Pantai Ujung Pandaran itu kerap dikunjungi wisatawan. Kini, bangunan kubah terancam tenggelam akibat hantaman ombak.

HENY, Sampit

Sudah satu dekade lamanya seorang pria tua penunggu makam merawat bangunan kubah di Pantai Ujung Pandaran, Desa Ujung Pandaran, Kecamatan Teluk Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Pria berusia 73 tahun itu bernama Sapran. Dia tinggal bersama istri dan anaknya untuk merawat bangunan kubah yang kini memprihatinkan.

Menurut informasi yang diketahuinya, bangunan kubah berukuran sekitar 8 x 8 meter tersebut dibangun para ulama secara swadaya. Berdasarkan secarik kertas yang dilaminating di dinding bangunan kubah tersebut tertulis, KH Zaini Gani pernah berkunjung pada 9 November 1993 di Rumah HM Hatta, sekaligus meresmikan bangunan Kubah Makam Syekh Abu Hamid Al Banjari.

Makam tersebut terletak di tepi Pantai Ujung Pandaran. Untuk menuju lokasi, dari Dermaga Ujung Pandaran berjarak sekitar 2 km sampai ujung area perkampungan warga pesisir pantai. Di sana terdapat dermaga tempat kelotok bersandar.

Dua tahun lalu, untuk menuju makam tersebut dapat dilalui menggunakan jalur darat dengan arah berkeliling. Namun, kini dataran sudah tertutup air laut, sehingga wisatawan yang ingin berkunjung ke lokasi makam bersejarah itu perlu menggunakan perahu dengan waktu tempuh sekitar 15 menit.

Selama di atas perahu, wisatawan harus siap menghadapi ombak yang mengempas lautan setiap detik. Berdasarkan informasi warga setempat, ombak tersebut termasuk ganas.

Baca Juga :  Astaga!!! Makam Kubah Buyut Datu Kalampayan Terancam Tenggelam

”Dua tahun lalu masih bisa dilewati dengan berjalan kaki atau dengan berkendara. Sekarang sudah tertutup air laut,” kata Sapran, pria yang memiliki tujuh orang anak ini.

Konon, ceritanya, Syekh Abu Hamid, sosok yang berada dalam liang lahat makam itu merupakan perantauan yang berangkat dari Pontianak menuju Pagatan, Kabupaten Katingan menggunakan perahu. Namun, di tengah perjalanan, di lautan terjadi angin kencang yang membuat perahunya terbalik. Syekh Abu Hamid ditemukan terdampar di Pantai Ujung Pandaran Sampit.

”Beliau sakit dan tidak lama meninggal dunia di sana (Ujung Pandaran),” katanya.

Pantauan Radar Sampit, pada dinding bangunan kubah tertempel secarik kertas putih yang dilaminating. Dalam kertas tersebut bertuliskan, keterkaitan hubungan antara Abu Hamid dengan para ulama HM Irsyad Zain yang ditandatangani di Desa Dalam Pagar, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan pada 31 Mei 1992.

Tak jauh dari bangunan kubah terdapat musala yang sudah lebih dulu hancur. Hanya menyisakan puing bangunan. ”Musala ini sudah hancur lebih dulu sekitar lima bulan lalu dan ada juga pondok bangunan yang sudah hancur. Saya minta izin ke pemerintah desa untuk bangun lagi sebagai tempat saya tinggal,” ungkap Sapran yang juga memiliki kandang ternak ayam dan bebek di sekitar pondoknya.

Menurutnya, usia makam diperkirakan sudah lebih dari 100 tahun. Bahkan, makam ini kerap dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah, seperti Kaltim, Kalsel, bahkan masyarakat dari Jawa.

Baca Juga :  Bejatnya Kakek Ini, Tega Cabuli Anak Tiri

”Makam ini sudah lama ada. Dulu letaknya tidak di sini dan pernah dipindah dan terakhir dipindah ke tepian laut. Sampai sekarang ada saja masyarakat yang berziarah datang ke makam,” kata pria asli Ujung Pandaran ini.

Banyaknya wisatawan yang berkunjung melakukan ziarah membuat Pemkab Kotim prihatin untuk menyelamatkan dan mempertahankan bangunan kubah yang menjadi salah satu andalan wisata di Kotim.

Solusi jangka pendeknya, Pemkab Kotim yang dipimpin Bupati Kotim Halikinnor dan Wakil Bupati Kotim Irawati melaksanakan kerja bakti, mengajak seluruh SOPD untuk bergotong royong membuat pertahanan guna mencegah abrasi dengan cara menumpuk puluhan karung berbobot 50 kg di sekitar bangunan kubah yang berada persis di bibir pantai.

Setiap SOPD beserta 17 kecamatan diminta mengumpulkan karung berisi pasir. Masing-masing mengumpulkan minimal 20 karung. Kegiatan itu berlangsung selama dua hari pada Sabtu-Minggu lalu.

Kepala Desa Ujung Pandaran Aswinnur mengatakan, keberadaan makam Syekh Abu Hamid tersebut sudah ada sejak lama. Dulunya, sosok Abu Hamid dikenal sebagai penyiar agama Islam.

”Makam Buyut Datu Kalampayan itu sudah ada sejak saya kecil. Dulu makam beliau masih memakai pagar kayu ulin. Setelah berjalan waktu, makam tersebut dibangun  oleh beberapa ulama yang dipimpin Guru Hairul, HM Hatta, dan lainnya,” kata Aswinnur. (***/ign)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

Sejumlah Pejabat ASN Pemkot Dilantik

Kawal Hak Pilih Pemilu di Gumas

/