29.2 C
Sampit
Sunday, May 28, 2023

“Balalayah” Bawa Hendra Lesmana Masuk Nominasi Anugerah Kebudayaan PWI

NANGA BULIK – Bupati Lamandau Hendra Lesmana masuk dalam 10 kepala daerah di Indonesia yang dinyatakan layak mendapatkan Anugerah Kebudayaan (AK) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hal itu terungkap dalam siaran pers panitia AK PWI – Hari Pers Nasional (HPN) 2022 yang diterbitkan, Sabtu (4/12) kemarin.

“Saya hanya bisa mengatakan Alhamdulillah, karena sejak awal niat kita hanya berbuat dan bekerja untuk masyarakat, bukan untuk penghargaan. Namun jika ada yang menghargai maka merupakan sebuah bonus dan penghargaan ini bukan untuk saya tapi untuk masyarakat Lamandau dan unsur yang terlibat,” ungkap Hendra Lesmana, Minggu (5/12).

Berdasarkan siaran pers tersebut,10 kepala daerah terpilih dan ditetapkan dalam rapat Tim Juri AK – PWI pada Jumat (3/12) sore. Paranominator itu terdiri dari beragam usia, latar belakang suku, agama, pendidikan, budaya, partai, hingga masa kerja. Masing-masing adalah Wali Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, Rahmat Effendi, Bupati Buton, Sulawesi Tenggara, La Bakry, Bupati Lamandau, Kalimantan Tengah, Hendra Lesmana, Bupati Indramayu, Jawa Barat, Hj. Nina Agustina.

Hendra Lesmana, Bupati Lamandau

Selanjutnya Wali Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, H. Helmi Hasan, Bupati Lamongan, Jawa Timur, H.Yuhronur Efendi, Walikota Surakarta, Jawa Tengah, Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Padang Panjang, Sumatera Barat H. Fadli Amran (Datuak Paduko Malano), Bupati Magetan, Jawa Timur, H. Suprawoto, dan Bupati Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, H. Musyafirin.

Menurut Ketua Pelaksana AK – PWI Yusuf Susilo Hartono, masing-masing kepala daerah berhasil dengan baik menarasikan dan memvisualkan pergulatan memenangkan kesehatan, berbasis informasi dan kebudayaan, guna mewujudkan perilaku baru.

Salah satu yang menarik, sebut Yusuf Susilo, sebelum ada kebijakan prokes pandemi Covid-19, di antara daerah-daerah tersebut sudah memiliki “protokol warisan nenek moyang” dalam menghadapi wabah, yang dirawat dalam adat dan tradisi setempat.

Baca Juga :  Jamaah Tabligh Berkumpul Di Pangkalan Banteng

Hal ini menunjukkan sekaligus bukti bahwa kebudayaan daerah itu memiliki “harta karun kultural” tersembunyi, yang seringkali dilupakan oleh pemiliknya sendiri, maupun pengambil keputusan yang nir kebudayaan.

“Beruntung bagi kepala daerah yang menyadari harta karun kulturalnya itu. Sehingga pada saat terjadi pandemi, tinggal memadukan dengan prokes dan vaksinasi, serta berbagai aplikasi berbasis teknologi, untuk melawan Covid-19. Sekaligus untuk mewujudkan perilaku baru di berbagai bidang sosial budaya, ekonomi, perdagangan, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain,” sebutnya.

Selaku Penanggung Jawab HPN 2022, Ketua Umum PWI Pusat Atal S. Depari menyambut baik terpilihnya 10 nominasi Anugerah Kebudayaan PWI (AK-PWI) tersebut. Sebagai bagian dari keseluruhan proses yang telah berlangsung sejak September 2021 lalu, hingga puncak HPN, 7-9 Februari 2022 nanti di Kendari, Sulawesi Tenggara mendatang.

“Anugerah Kebudayaan PWI hanya salah satu dari sekian banyak mata acara HPN 2022, yang juga sedang berproses. Dalam bentuk konvensi, seminar, bakti sosial, klinik jurnalisme, penganugerahan, hingga penanda tangangan kerja sama,” tandas Atal.

Diketahui bahwa kegiatan adat tolak bala atau Balalayah yang digelar di seluruh wilayah Kabupaten Lamandau secara serentak pada bulan Juli lalu, saat kasus Covid 19 sedang berada di puncak penularannya telah terbukti efektif menekan angka penularan Covid 19. “Lockdown” kearifan lokal Lamandau  tersebut berhasil.

Cara yang dipilih Pemkab Lamandau yaitu dengan mengolaborasikan nilai-nilai kearifan lokal “Warisan Nenek Moyang” dan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 ini dinilai sebagai suatu kejelian dalam melawan wabah. Serta dinilai sebagai salah satu bentuk ikhtiar yang dianggap efektif dalam memperjuangkan kesehatan masyarakat berbasis kebudayaan di era adaptasi kebiasaan baru.

Selama 12 jam seluruh wilayah Kabupaten Lamandau sunyi senyap, Kamis (8/7). Mirip perayaan Nyepi di Bali. Sejak pukul 06.00-18.00 WIB semua aktivitas di luar rumah ditiadakan. Jalanan lengang, hanya mobil patroli polisi, ambulans, dan petugas penanganan Covid-19 saja yang melintas sesekali. Rumah-rumah warga tertutup rapat, warung dan pertokoan tutup.

Baca Juga :  Samakan Persepsi Pemerintah Pusat dan Daerah

“Baru kali ini Kota Nanga Bulik benar-benar seperti kota mati. Lockdown kearifan lokalnya berhasil. Seandainya bisa 1-2 minggu seperti ini se Indonesia, korona lenyap,” ungkap salah seorang warga.

Jalan-jalan masuk perkampungan juga ditutup dengan berbagai media, adapula yang secara adat ditutup dengan tali sakat pamali. Salah satu mantir adat dari Desa Bumi Aging, Edi Hermanto mengatakan bahwa tali sakat pamali tersebut dipasang sejak pukul 05.30 WIB. “Dipasang oleh mantir adat dan disaksikan oleh Ketua BPD dan Kades, dipasang di dua tempat antara masuk keluar desa di wilayah alun-alun dan perbatasan dengan Desa Arga Mulya,” ujar Edi Hermanto.

Ia juga menuturkan bahwa tata cara adat pemasangan tali tersebut yakni dengan memasang tali dari rotan, memasang daun sansabak, tepung tawar, beras kuning, mandau tuak, rokok sebatang, penginangan sehilipan serta ayam untuk diambil sedikit darahnya.

Selanjutnya ada doa atau kata adat dari Mantir Adat, memohon izin kepada penguasa alam yang ada di tempat tersebut. Yakni meminta kelancaran dan doa agar masyarakat terbebas dari segala sakit penyakit, dibebaskan dari korona, rejeki dalam berusaha, sukses dalam karir dan lainnya. “Fungsinya untuk menandai bahwa tidak boleh ada yang melewati tali tersebut, terkecuali atas hal mendesak, seperti tadi ada ibu nya meninggal di kampung, petugas medis,petugas keamanan, petugas PLN,” bebernya.

Kalau dilanggar, bukan penjaganya yang memberi sanksi, tetapi alam yang akan menghukumnya karena sudah melalui ritual adat. Upacara adat tolak bala beserta pantang pamalinya ini sukses dijalankan di Kabupaten Lamandau. Baik masyarakat lokal maupun pendatang tidak ada yang berani melanggarnya. (sla)

NANGA BULIK – Bupati Lamandau Hendra Lesmana masuk dalam 10 kepala daerah di Indonesia yang dinyatakan layak mendapatkan Anugerah Kebudayaan (AK) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hal itu terungkap dalam siaran pers panitia AK PWI – Hari Pers Nasional (HPN) 2022 yang diterbitkan, Sabtu (4/12) kemarin.

“Saya hanya bisa mengatakan Alhamdulillah, karena sejak awal niat kita hanya berbuat dan bekerja untuk masyarakat, bukan untuk penghargaan. Namun jika ada yang menghargai maka merupakan sebuah bonus dan penghargaan ini bukan untuk saya tapi untuk masyarakat Lamandau dan unsur yang terlibat,” ungkap Hendra Lesmana, Minggu (5/12).

Berdasarkan siaran pers tersebut,10 kepala daerah terpilih dan ditetapkan dalam rapat Tim Juri AK – PWI pada Jumat (3/12) sore. Paranominator itu terdiri dari beragam usia, latar belakang suku, agama, pendidikan, budaya, partai, hingga masa kerja. Masing-masing adalah Wali Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, Rahmat Effendi, Bupati Buton, Sulawesi Tenggara, La Bakry, Bupati Lamandau, Kalimantan Tengah, Hendra Lesmana, Bupati Indramayu, Jawa Barat, Hj. Nina Agustina.

Hendra Lesmana, Bupati Lamandau

Selanjutnya Wali Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, H. Helmi Hasan, Bupati Lamongan, Jawa Timur, H.Yuhronur Efendi, Walikota Surakarta, Jawa Tengah, Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Padang Panjang, Sumatera Barat H. Fadli Amran (Datuak Paduko Malano), Bupati Magetan, Jawa Timur, H. Suprawoto, dan Bupati Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, H. Musyafirin.

Menurut Ketua Pelaksana AK – PWI Yusuf Susilo Hartono, masing-masing kepala daerah berhasil dengan baik menarasikan dan memvisualkan pergulatan memenangkan kesehatan, berbasis informasi dan kebudayaan, guna mewujudkan perilaku baru.

Salah satu yang menarik, sebut Yusuf Susilo, sebelum ada kebijakan prokes pandemi Covid-19, di antara daerah-daerah tersebut sudah memiliki “protokol warisan nenek moyang” dalam menghadapi wabah, yang dirawat dalam adat dan tradisi setempat.

Baca Juga :  Bupati Kotim Luruskan Kesalahpahaman

Hal ini menunjukkan sekaligus bukti bahwa kebudayaan daerah itu memiliki “harta karun kultural” tersembunyi, yang seringkali dilupakan oleh pemiliknya sendiri, maupun pengambil keputusan yang nir kebudayaan.

“Beruntung bagi kepala daerah yang menyadari harta karun kulturalnya itu. Sehingga pada saat terjadi pandemi, tinggal memadukan dengan prokes dan vaksinasi, serta berbagai aplikasi berbasis teknologi, untuk melawan Covid-19. Sekaligus untuk mewujudkan perilaku baru di berbagai bidang sosial budaya, ekonomi, perdagangan, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain,” sebutnya.

Selaku Penanggung Jawab HPN 2022, Ketua Umum PWI Pusat Atal S. Depari menyambut baik terpilihnya 10 nominasi Anugerah Kebudayaan PWI (AK-PWI) tersebut. Sebagai bagian dari keseluruhan proses yang telah berlangsung sejak September 2021 lalu, hingga puncak HPN, 7-9 Februari 2022 nanti di Kendari, Sulawesi Tenggara mendatang.

“Anugerah Kebudayaan PWI hanya salah satu dari sekian banyak mata acara HPN 2022, yang juga sedang berproses. Dalam bentuk konvensi, seminar, bakti sosial, klinik jurnalisme, penganugerahan, hingga penanda tangangan kerja sama,” tandas Atal.

Diketahui bahwa kegiatan adat tolak bala atau Balalayah yang digelar di seluruh wilayah Kabupaten Lamandau secara serentak pada bulan Juli lalu, saat kasus Covid 19 sedang berada di puncak penularannya telah terbukti efektif menekan angka penularan Covid 19. “Lockdown” kearifan lokal Lamandau  tersebut berhasil.

Cara yang dipilih Pemkab Lamandau yaitu dengan mengolaborasikan nilai-nilai kearifan lokal “Warisan Nenek Moyang” dan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 ini dinilai sebagai suatu kejelian dalam melawan wabah. Serta dinilai sebagai salah satu bentuk ikhtiar yang dianggap efektif dalam memperjuangkan kesehatan masyarakat berbasis kebudayaan di era adaptasi kebiasaan baru.

Selama 12 jam seluruh wilayah Kabupaten Lamandau sunyi senyap, Kamis (8/7). Mirip perayaan Nyepi di Bali. Sejak pukul 06.00-18.00 WIB semua aktivitas di luar rumah ditiadakan. Jalanan lengang, hanya mobil patroli polisi, ambulans, dan petugas penanganan Covid-19 saja yang melintas sesekali. Rumah-rumah warga tertutup rapat, warung dan pertokoan tutup.

Baca Juga :  Ini Capaian Vaksinasi di Kabupaten Seruyan

“Baru kali ini Kota Nanga Bulik benar-benar seperti kota mati. Lockdown kearifan lokalnya berhasil. Seandainya bisa 1-2 minggu seperti ini se Indonesia, korona lenyap,” ungkap salah seorang warga.

Jalan-jalan masuk perkampungan juga ditutup dengan berbagai media, adapula yang secara adat ditutup dengan tali sakat pamali. Salah satu mantir adat dari Desa Bumi Aging, Edi Hermanto mengatakan bahwa tali sakat pamali tersebut dipasang sejak pukul 05.30 WIB. “Dipasang oleh mantir adat dan disaksikan oleh Ketua BPD dan Kades, dipasang di dua tempat antara masuk keluar desa di wilayah alun-alun dan perbatasan dengan Desa Arga Mulya,” ujar Edi Hermanto.

Ia juga menuturkan bahwa tata cara adat pemasangan tali tersebut yakni dengan memasang tali dari rotan, memasang daun sansabak, tepung tawar, beras kuning, mandau tuak, rokok sebatang, penginangan sehilipan serta ayam untuk diambil sedikit darahnya.

Selanjutnya ada doa atau kata adat dari Mantir Adat, memohon izin kepada penguasa alam yang ada di tempat tersebut. Yakni meminta kelancaran dan doa agar masyarakat terbebas dari segala sakit penyakit, dibebaskan dari korona, rejeki dalam berusaha, sukses dalam karir dan lainnya. “Fungsinya untuk menandai bahwa tidak boleh ada yang melewati tali tersebut, terkecuali atas hal mendesak, seperti tadi ada ibu nya meninggal di kampung, petugas medis,petugas keamanan, petugas PLN,” bebernya.

Kalau dilanggar, bukan penjaganya yang memberi sanksi, tetapi alam yang akan menghukumnya karena sudah melalui ritual adat. Upacara adat tolak bala beserta pantang pamalinya ini sukses dijalankan di Kabupaten Lamandau. Baik masyarakat lokal maupun pendatang tidak ada yang berani melanggarnya. (sla)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/